Selasa, Mei 12, 2015

Catatan Padang #1

1/
Empat hari dikelilingi langit biru, awan bergumpal putih, sawah menghijau, air jernih dan gunung-ganang yang mempesona. Hidup mereka menyatu dengan alam meskipun tahu gempa bumi atau gunung berapi bisa menawan ranah ini pada bila-bila masa. Namun itu bukannya menjadi sebab untuk mereka memperlakukan bumi sewenang-wenangnya. Mereka memahami mengapa begitu keras sifat alam lalu berjaya menikmati hasilnya dengan bercucuk tanam di setiap inci ruangnya.


Pagi tadi ketika mendengar syarahan, antara kertas kerja yang dibentangkan berjudul "Taskhir: Fine Tuning, Intelligent Design and the Scientific Appreciation of Nature" tulisan Dr Adi Setia. Pengisian kertas kerja ini mengukuhkan pandanganku terhadap teras kehidupan di Danau Maninjau, Mereka menghargai alam dan alam pun menghargai keberadaan mereka di atasnya. Sangat berbeza dengan kita yang sering bermusuh dengan panas, sejuk, hujan, ribut dan banjir. Setiap inci tanah kita tar seperti terasa jijik untuk memijaknya.


Penyatuan dengan kehidupan menjadikan alam begitu berterima kasih kepada mereka. Mereka bersahabat dengan alam, bukan menguasainya. Maka fahamlah kini akan pepatah (tomba) yang sering mereka sebut-sebutkan, "alam takambang menjadi guru." Maka fahamlah juga kita mengapa ada kenalan yang begitu keras sifatnya.


Terima kasih Jejak Tarbiah yang membawaku ke Danau Maninjau-Bukittinggi-Padangpanjang.


‪#‎jejakhamka‬ ‪#‎jejaktarbiah‬ ‪#‎ibrahpadang‬

Tiada ulasan:

0002 Catatan India-Kashmir | Menghitung Hari

Januari tahun lalu, sudah masuk fasa berdebar-debar memandangkan tarikh untuk ke India-Kashmir semakin hampir. Mengatur kerja, menyusun buk...